ZAKAT PROFESI DILIHAT DARI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS KOTA PADANG)

Desminar Desminar

Sari


Zakat profesi merupakan bentuk usaha-usaha yang relatif baru yang tidak dikenal
pada masa pensyari’atan dan penetapan hukum Islam. Karena itu, sangat wajar bila kita
tidak menjumpai ketentuan hukumnya secara jelas (tersurat) baik dalam al-Quran maupun
dalam al-Sunnah.
Menurut ilmu ushul fiqh (metodologi hukum Islam), untuk menyelesaikan kasuskasus
yang tidak diatur oleh nash (al-Quran dan al-Sunnah) secara jelas ini, dapat
diselesaikan dengan jalan mengembalikan persoalan tersebut kepada al-Quran dan
sunnah itu sendiri. Pengembalian kepada dua sumber hukum itu dapat dilakukan dengan
dua cara, yakni dengan perluasan makna lafaz dan dengan jalan qias (analogi).
Khusus mengenai zakat profesi / PNS ini dapat ditetapkan hukumnya berdasarkan
Perluasan cakupan makna lafaz yang terdapat dalam Firman Allah, Q.S. 2; 267, yang
artinya:
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baikbaik
dan sebagian dari apa yang telah Kami keluarkan dari bumi untuk kamu
(apa saja yang kamu usahakan) dalam ayat di atas pada dasarnya bersifat umum,
namun ulama kemudian membatasi pengertiannya terhadap beberapa jenis usaha atau
harta yang wajib dizakatkan, yakni harta perdagangan, emas dan perak, hasil pertanian
dan peternakan. Pengkhususan terhadap beberapa bentuk usaha dan harta ini tentu saja
membatasi cakupan lafaz umum pada ayat tersebut sehingga tidak mencapai selain yang
disebutkan tersebut. Untuk menetapkan hukum zakat profesi, lafaz umum tersebut mestilah
dikembalikan kepada keumumannya sehingga cakupannya meluas meliputi segala usaha
yang halal yang menghasilkan uang atau kekayaan bagi setiap muslim. Dengan demikian
zakat profesi dapat ditetapkan hukumnya wajib berdasarkan keumuman ayat di atas.
Dasar hukum kedua mengenai zakat profesi/PNS ini adalah qias atau menyamakan
zakat proesi dengan zakat-zakat yang lain seperti zakat hasil pertanian dan zakat emas
dan perak. Allah telah mewajibkan untuk mengeluarkan zakat dari hasil pertaniannya bila
mencapai nishab 5 wasaq (750 kg beras) sejumlah 5 atau 10 %. Logikanya bila untuk hasil
pertanian saja sudah wajib zakat, tentu untuk profesi-profesi tertentu yang menghasilkan
uang jauh melebihi pendapatan petani, juga wajib dikeluarkan zakatnya.


Teks Lengkap:

PDF

Referensi


Syauqi Ismail Syahhatih, Al-Thathbiq al-Ma^ashir li al-Zakat, Penerapan Zakat di Dunia

Moderen,terjemahan : Ansari Umar Sitanggal, Jakarta : Pustaka Media dan Antar Kota, 1987.

Ahmad Warson Al-Munawwir, Al-Munawwir Ibrahim Mustafa dkk, Mu^jam al-Wasit TehranAl-

Maktabah al-Ilmiyah,

Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Zakah, Juz I , Beirut : Muassasah al-Risalah, 1994

Didin Hafiduddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak, dan Sedekah, Jakarta : Gema Insani

Press, 2001

M.Amin Rais, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, Bandung : Mizan, 1999




DOI: https://doi.org/10.33559/mi.v12i11.1209

Article Metrics

Sari view : 835 times
PDF - 397 times

Refbacks

  • Saat ini tidak ada refbacks.


##submission.copyrightStatement##

INDEXED BY :

 


Lembaga Penelitian & Pengabdian Masyarakat (LPPM). Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat
Jl. Pasir Kandang No.4, Pasie Nan Tigo, Kec. Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat 25586. 
Email : lppmumsb@gmail.com



Kunjungan Sampai Saat ini    Web
Analytics Made Easy - StatCounter

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.